Jakarta – Mulai tahun depan, Xiaomi dikabarkan akan menyematkan aplikasi kripto langsung di ponsel terbarunya. Aplikasi tersebut akan hadir sebagai aplikasi bawaan dan merupakan hasil kerja sama Xiaomi dengan Sei Labs, perusahaan pengembang blockchain Layer 1 yang berbasis di San Francisco, Amerika Serikat.
Mengutip laporan Gizmochina, aplikasi kripto ini akan otomatis terpasang pada seluruh smartphone Xiaomi terbaru yang dipasarkan di luar wilayah China daratan dan Amerika Serikat. Dengan demikian, pengguna di berbagai negara, termasuk Indonesia, berpotensi menerima perangkat dengan aplikasi tersebut sejak pertama kali dinyalakan.
Sebagai informasi, Xiaomi saat ini menempati posisi ketiga sebagai produsen smartphone terbesar dunia, berada di bawah Apple dan Samsung. Pangsa pasarnya telah melampaui 13 persen secara global, atau setara dengan sekitar 160 juta unit perangkat.
Aplikasi besutan Sei tersebut dirancang sebagai dompet aset digital sekaligus pintu masuk ke ekosistem Web3. Melalui aplikasi ini, pengguna dapat melakukan transaksi antarindividu, mengakses aplikasi terdesentralisasi, serta memanfaatkan berbagai layanan berbasis blockchain tanpa perlu memasang aplikasi tambahan.
Kerja sama antara Xiaomi dan Sei Labs tidak hanya terbatas pada perangkat ponsel. Ke depan, Sei berencana menghadirkan opsi pembayaran menggunakan stablecoin di lebih dari 20.000 gerai ritel Xiaomi. Inisiatif ini akan dimulai dari Hong Kong dan beberapa negara di kawasan Uni Eropa.
Jika rencana tersebut berjalan lancar, konsumen nantinya dapat membeli produk Xiaomi menggunakan aset digital seperti USDC, dengan proses transaksi yang dijalankan melalui jaringan blockchain Sei.
Dalam pernyataan resminya, Sei menyebut kolaborasi ini berpotensi memperkenalkan teknologi kripto kepada jutaan pengguna baru, khususnya di negara-negara yang menjadi pasar utama Xiaomi.
Namun demikian, kehadiran aplikasi bawaan kembali memunculkan kekhawatiran lama. Xiaomi selama ini kerap dikritik karena menghadirkan terlalu banyak aplikasi pra-instal yang tidak dibutuhkan oleh pengguna. Beberapa tahun lalu, isu bloatware bahkan menjadi salah satu keluhan utama pemilik ponsel Xiaomi.
Meski perusahaan telah berupaya meningkatkan transparansi dan mengurangi jumlah aplikasi bawaan, langkah menyematkan aplikasi kripto secara default dinilai sebagai kemunduran. Pasalnya, tidak semua pengguna memahami atau membutuhkan layanan kripto, sehingga keberadaan aplikasi tersebut dikhawatirkan justru mengganggu pengalaman penggunaan.(BY)







