Pessel – Ekosistem mangrove di Nagari Sungai Pinang, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan mengalami kerusakan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Vegetasi mangrove yang dahulu tumbuh lebat kini banyak hilang akibat abrasi pantai, gelombang pasang besar, dan aliran sungai dari hulu yang membawa sedimen berlebihan. Kondisi ini berdampak langsung pada pesisir, membuat pantai lebih rentan terkikis, kualitas air menurun, serta populasi ikan, kepiting, dan biota lainnya semakin berkurang.
Masyarakat Sungai Pinang menyadari bahwa mangrove merupakan penyangga utama kehidupan mereka. Sebagai wilayah pesisir yang menggantungkan pendapatan dari hasil laut—terutama ikan dan kepiting—pemulihan kawasan mangrove menjadi kebutuhan mendesak. Selain itu, keindahan alam Sungai Pinang, seperti pantai dan air terjun, juga sangat bergantung pada kelestarian ekosistem pesisir.
Sebagai langkah nyata, masyarakat bersama berbagai pihak menanam lebih dari 20 ribu bibit mangrove pada Sabtu (15/11) lalu. Aksi ini menjadi tahap awal pemulihan ekosistem pesisir sekaligus meningkatkan penyerapan karbon, yang diharapkan mendukung keberlanjutan ekonomi lokal.
Program penanaman ini diprakarsai Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Sungai Pinang, bekerja sama dengan pemerintah nagari, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI, dan Jejakin. Total 21.993 bibit ditanam, terdiri dari Bakau (Rhizophora apiculata) 18.000 batang, Gincu-gincu (Bruguiera gymnorhiza) 3.493 batang, serta Pidado dan Pisang-pisang masing-masing 250 batang. Keanekaragaman jenis ini diharapkan memperkuat struktur hutan mangrove dan meningkatkan perlindungan alami dari abrasi serta gelombang besar.
LPHN Sungai Pinang, yang berdiri sejak 2018 dan memperoleh SK Hak Kelola Hutan Nagari dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2022, mengelola wilayah seluas 2.375 hektare. Afriananda, Ketua LPHN, menegaskan pentingnya mangrove dalam menahan abrasi dan memulihkan hasil laut yang menurun.
“Dulu mangrove kami hilang karena abrasi dan pasang besar. Ikan dan kepiting pun tidak sebanyak dulu. Kami ingin mengembalikan kondisi laut seperti semula melalui penanaman mangrove,” ujar Afriananda.
Kegiatan ini dijalankan dengan skema Adopsi Bibit (Seed Adoption) dari KKI WARSI, yang merupakan imbal jasa lingkungan berbasis kinerja. LPHN menyiapkan bibit, menanam, dan merawatnya, sementara insentif diberikan jika tingkat kelangsungan hidup mencapai 80 persen dalam tiga tahun. Skema ini mendorong komitmen masyarakat dalam merawat mangrove secara konsisten.
“Model ini memperlihatkan kolaborasi nyata antara masyarakat dan WARSI. Masyarakat mendapat imbalan sesuai komitmen mereka merawat bibit hingga tumbuh,” jelas Rainal, perwakilan WARSI. Pembayaran dilakukan bertahap: 10% saat pembibitan, 30% setelah penanaman, 30% pada monitoring bulan ke-6, 15% pada bulan ke-18, dan 15% pada bulan ke-36. Dengan total 21.993 bibit, potensi insentif mencapai Rp659.790.000 jika seluruh bibit berhasil tumbuh.
Peran Jejakin dalam program ini adalah memantau seluruh bibit melalui sensor dan aplikasi PIJAK, mencatat tingkat kelangsungan hidup, indikasi hama, serta kebutuhan nutrisi untuk memastikan perawatan tepat waktu. Fakhri Syahrullah, Partnership and Impact Delivery Lead Jejakin, menekankan pentingnya kombinasi aksi lapangan dan teknologi untuk memastikan dampak pemulihan terukur.
“Kami melihat komitmen kuat masyarakat Sungai Pinang. Teknologi seperti PIJAK membantu proses pemulihan mangrove berjalan terarah, transparan, dan efektif sehingga manfaat ekologis dan sosial benar-benar terasa,” ujar Fakhri.
Ferdinal Asmin, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat, menilai program ini layak direplikasi di wilayah pesisir lain. Skema berbasis kinerja menunjukkan bahwa masyarakat mampu membangun sistem sosial yang kuat untuk menjaga pesisir secara berkelanjutan, sejalan dengan upaya global pemulihan ekosistem dan pengurangan emisi.
Penanaman mangrove di Sungai Pinang menjadi bukti nyata bahwa pemulihan lingkungan dapat berjalan bersamaan dengan peningkatan ekonomi masyarakat. Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan mitra pendukung menapaki langkah menuju pesisir yang lebih hijau, lestari, dan berdaya.(des*)







