Makassar – Eksekusi lahan seluas 12.931 meter persegi di Jalan AP Pettarani, Kecamatan Panakkukang, Makassar, Sulawesi Selatan, pada Kamis (13/2), diwarnai ketegangan akibat perlawanan warga yang telah menetap di lokasi tersebut selama belasan tahun.
Di atas lahan tersebut sebelumnya berdiri sebuah gedung serbaguna dan sembilan ruko yang kini telah diratakan. Sejumlah warga merasa heran dengan proses eksekusi ini, termasuk Rahmawang Busrah, salah satu pemilik ruko, yang mengaku memiliki sertifikat hak milik (SHM) atas bangunan tersebut.
“Ruko ini dibeli orang tua saya pada 2007 dari pengembang, bukan warisan. Semua ruko di sini punya SHM, tapi tiba-tiba muncul gugatan dan kami tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebelum keluar putusan eksekusi,” ungkap Rahmawang, Jumat (14/2).
Ia pun meminta Presiden Prabowo Subianto turun tangan untuk memastikan keadilan bagi para pemilik ruko. Rahmawang menduga ada keterlibatan mafia tanah dalam kasus ini.
“Kami meminta Presiden Prabowo membentuk tim pencari fakta untuk mengusut perkara ini. Jangan sampai mafia tanah berkuasa,” tegasnya.
Sengketa Berawal Sejak 2018
Kasus ini bermula pada 2018 dan akhirnya dimenangkan oleh Andi Baso Matutu setelah melalui proses hukum hingga Mahkamah Agung (MA).
Kuasa hukum Andi Baso Matutu, Hendra Karianga, menyatakan bahwa kliennya memiliki dokumen kepemilikan yang sah dan telah mendapatkan putusan berkekuatan hukum tetap.
“Secara hukum tidak ada masalah. Pengadilan telah memastikan siapa pemilik sah lahan ini,” ujar Hendra.
Ia juga menambahkan bahwa SHM yang dimiliki warga sebelumnya telah dinyatakan palsu melalui putusan pidana, sehingga pihaknya akan mengajukan gugatan perdata untuk pembatalan SHM tersebut
.
“SHM yang ada di lahan ini sudah dinyatakan palsu berdasarkan putusan pidana. Kami meminta pengadilan membatalkan dan menyatakan SHM tersebut tidak sah secara hukum,” jelasnya.
Keberatan dari Pihak Lain
Namun, Muhammad Ali, ahli waris Hamat Yusuf, mengaku heran dengan keputusan pengadilan. Menurutnya, dirinya telah menguasai lahan tersebut selama 84 tahun, membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Dia (Baso Matutu) tidak pernah menguasai lahan ini. Saya punya SHM dan putusan pengadilan negeri yang menguatkan kepemilikan saya,” tegas Ali.
Ali juga menyoroti bahwa hakim yang menangani perkara ini dinilai tidak adil, karena ada 12 alat bukti miliknya yang dihilangkan dalam persidangan.
“Ada putusan Komisi Yudisial (KY) yang menyatakan bahwa hakim tidak adil dan menghilangkan bukti saya,” ungkapnya.
Respons Pengadilan Negeri Makassar
Sementara itu, Humas Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sibali, menyatakan bahwa pihaknya tidak bisa mengomentari hasil putusan pengadilan. Namun, ia menyarankan pihak yang keberatan untuk mengajukan gugatan baru jika memiliki bukti tambahan.
“Bisa melakukan perlawanan hukum. Kalau menang, eksekusi bisa dibatalkan. Itu aturan hukumnya,” ujarnya.(des*)