Jakarta – Li Ka-Shing, yang dikenal sebagai Superman karena dihormati sebagai salah satu pengusaha paling berpengaruh di Asia, kembali menempati posisi teratas dalam daftar orang terkaya di Hong Kong menurut data dari Forbes.
Menurut laporan dari situs Forbes pada hari Minggu (25/2/2024), Li-Ka-Shing memiliki kekayaan bersih sebesar USD36,2 miliar atau sekitar Rp559,17 triliun (dengan kurs Rp15.446 per USD). Kekayaannya sebagian besar berasal dari saham di perusahaan real estate CK Hutchison Holdings dan CK Asset Holdings. Meskipun pensiun pada bulan Mei 2018, Li Ka-Shing kini menjabat sebagai penasihat senior di perusahaannya.
Perusahaan sekarang dipimpin oleh putranya, Victor, yang juga seorang konglomerat, dan memiliki lebih dari 300.000 karyawan yang beroperasi di lebih dari 50 negara.
Pria kelahiran tahun 1928 ini memulai karirnya sebagai produsen bunga dan mainan plastik sebelum akhirnya beralih ke bisnis properti. Dia mendirikan perusahaan plastik, Cheung Kong, pada usia 21 tahun dengan tabungan pribadinya dan pinjaman dari kerabatnya senilai USD6.500 atau sekitar Rp100,4 juta.
Pada tahun 1979, Li membeli saham mayoritas di Hutchison Whampoa, menjadi pengusaha Tiongkok pertama yang berhasil mengakuisisi perusahaan besar di Inggris. Di bawah kepemimpinannya, Hutchison berkembang menjadi operator pelabuhan terbesar di dunia dan memiliki investasi di berbagai sektor, termasuk minyak, telekomunikasi, dan internet.
Selain itu, yayasan yang dimilikinya telah menyumbangkan lebih dari USD3,8 miliar atau sekitar Rp58,69 triliun, dengan lebih dari 80% dana tersebut dialokasikan untuk Greater China. Li juga berjanji mendukung upaya bantuan bencana setelah tsunami Samudra Hindia 2004 dan gempa bumi Sichuan 2008.
Perlu dicatat bahwa kekayaan 50 orang terkaya di Hong Kong mengalami penurunan sebesar 9%. Menurut Forbes, total kekayaan 50 miliarder Hong Kong turun menjadi USD296 miliar atau sekitar Rp4.572 triliun.
Perekonomian Hong Kong tumbuh sebesar 3,2% pada tahun 2023. Meskipun demikian, ekonomi negara ini terguncang oleh stagnasi di sektor properti dan perlambatan ekspor, yang berdampak pada kekayaan sejumlah miliarder.(BY)