Jakarta – PT Freeport Indonesia (PTFI) berpotensi mengalami kehilangan pendapatan sebesar US$ 5 miliar atau sekitar Rp 81,65 triliun (asumsi kurs Rp 16.330), akibat larangan ekspor konsentrat tembaga yang mulai berlaku sejak Januari 2025.
Sesuai kebijakan pemerintah, ekspor konsentrat tembaga hanya diizinkan hingga 31 Desember 2024. Setelah itu, perusahaan diwajibkan mengekspor produk tembaga dalam bentuk katoda hasil pemrosesan dan pemurnian (smelter).
PTFI sebenarnya telah merampungkan pembangunan smelter tembaga kedua pada tahun sebelumnya dan bahkan telah memulai produksi perdana katoda tembaga. Namun, pada Oktober 2024, fasilitas Common Gas Cleaning Plant di smelter tersebut mengalami kebakaran, mengakibatkan penghentian produksi hingga saat ini.
Presiden Direktur PTFI, Tony Wenas, mengungkapkan bahwa selama smelter masih belum beroperasi, hanya sekitar 40% konsentrat tembaga yang dapat diolah di PT Smelting Gresik.
“Total konsentrat yang tidak bisa diproses di PT Smelting diperkirakan mencapai 1,5 juta ton. Jika dihitung dengan harga saat ini, nilainya bisa melebihi US$ 5 miliar,” ujar Tony dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII, Jumat (21/2/2025).
Dari total nilai tersebut, potensi kehilangan penerimaan negara yang berasal dari bea keluar, royalti, dividen, dan pajak perusahaan diperkirakan mencapai US$ 4 miliar atau sekitar Rp 65 triliun.
“Kehilangan pendapatan negara dari bea keluar, royalti, dividen, serta pajak badan bisa mencapai US$ 4 miliar atau sekitar Rp 65 triliun,” jelasnya.
Tony menambahkan bahwa kebakaran yang terjadi di fasilitas Common Gas Cleaning Plant menyebabkan kerusakan pada Wet Electro-Static Precipitator (WESP) serta beberapa komponen lainnya, termasuk ducting dan valves yang menjadi bagian dari sistem tersebut.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dalam proses produksi, konsentrat tembaga dibakar di dalam tungku (furnace) yang menghasilkan emisi gas SO2. Gas ini kemudian ditangkap dan dibersihkan melalui fasilitas Common Gas Cleaning Plant sebelum dialirkan ke pabrik pengolahan asam sulfat.
“Gas SO2 ini sangat berbahaya, sehingga tidak bisa langsung dilepaskan ke udara. Oleh karena itu, harus ditangkap dan dibersihkan terlebih dahulu melalui Common Gas Cleaning Plant, yang saat ini mengalami kerusakan akibat kebakaran,” ungkap Tony.
Ia juga menyampaikan bahwa PTFI berencana memulai kembali uji coba (commissioning) smelter tembaga di Gresik pada pertengahan Maret 2025. Kapasitas produksi akan ditingkatkan secara bertahap, dengan target 40% pada akhir Juni, 50% di Agustus, 60% di September, 70% di Oktober, 80% di November, dan mencapai kapasitas penuh 100% pada Desember 2025.(des*)