Jakarta – Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus Kepala BKPM, Rosan Perkasa Roeslani, mengincar peluang investasi di sektor energi hijau dan hilirisasi melalui partisipasinya dalam forum Exclusive Dialogue: Mapping Indonesia Investment Trend 2025 yang berlangsung di Singapura.
Rosan menyebut potensi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia mencapai 3.700 gigawatt. Ia menegaskan pentingnya kolaborasi internasional untuk mendukung ketahanan energi serta pengembangan hilirisasi pada komoditas strategis.
“Pengembangan sumber daya manusia menjadi salah satu langkah utama untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan,” ujar Rosan dalam keterangan resminya, Minggu (8/12/2024).
Optimisme pemerintah terlihat dari rencana peningkatan kerja sama lintas sektor di tahun mendatang, yang diharapkan mampu memperkuat proyek strategis sekaligus memastikan keberlanjutan investasi dalam negeri.
Rosan juga menyoroti keunggulan Indonesia yang ditopang oleh pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 5 persen dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini menjadikan Indonesia salah satu negara dengan kinerja ekonomi yang solid. Meski begitu, pemerintah mengingatkan pentingnya memanfaatkan momentum bonus demografi melalui langkah-langkah strategis.
Sementara itu, Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Suryopratomo, menegaskan komitmen pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen selama masa pemerintahan baru.
“Target ini bukan hanya sebuah sasaran, tetapi juga panggilan untuk bertindak. Kami ingin membawa Indonesia ke level yang lebih tinggi di tengah dinamika global melalui langkah-langkah strategis yang mampu memajukan bangsa,” ujar Suryopratomo.
Menurut data Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Singapura telah menjadi kontributor utama dalam investasi asing langsung (FDI) di Indonesia selama periode 2020 hingga September 2024, dengan total realisasi mencapai USD 62,16 miliar.
Sektor-sektor utama yang menjadi fokus investasi dari Singapura meliputi industri logam (23 persen), transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi (16 persen), industri makanan (9 persen), perumahan dan perkantoran (8 persen), serta industri kertas dan percetakan (7 persen).(BY)