Jakarta – Produksi beras di Indonesia mengalami kenaikan yang minim selama 22 tahun terakhir, hanya mencapai 0,55% per tahun. Dwi Andreas Santosa, Pengamat Pangan dari Institut Pertanian Bogor, mengungkapkan bahwa pertumbuhan produksi beras tersebut bahkan lebih kecil dibanding pertumbuhan penduduk Indonesia sendiri.
Dalam sebuah media briefing yang digelar pada Jumat (17/11/2023) dengan tema “Pelayanan Publik dalam Kebijakan Perberasan Menjelang Tahun Pemilu 2024,” Dwi Andreas menyatakan bahwa selama periode 2001-2023, pertumbuhan produksi beras hanya mencapai 0,55% per tahun, sementara pertumbuhan penduduk berkisar antara 1,3-1,4% setiap tahunnya.
Menurut Dwi Andreas, pada tahun 2021, produksi beras nasional mencapai sekitar 49 juta ton berdasarkan data citra satelit. Namun, pada tahun 2022, angka tersebut meningkat menjadi sekitar 55 juta ton. Meskipun terjadi peningkatan, namun sejak tahun 2014, terdapat penurunan relatif besar, yaitu sekitar 1% setiap tahunnya.
Penurunan produksi ini, menurut Dwi Andreas, sebagian besar dipengaruhi oleh kebijakan impor yang dilakukan pemerintah untuk menjaga stabilitas harga di pasar. Sayangnya, kebijakan yang bersifat konsumen ini justru merugikan petani lokal karena beras impor menyebabkan harga beras lokal menjadi rendah.
Dwi Andreas memberikan contoh pada tahun 2017, saat pemerintah memutuskan impor beras sebanyak 2,2 juta ton. Paradoxically, pada tahun 2018, produksi petani malah mengalami kenaikan, tetapi harga gabah kering panen terus merosot selama 3 tahun berturut-turut.
“Mengingat gejolak yang terjadi, kondisi ini berpotensi terulang di tahun 2024. Kebijakan impor harus menjadi catatan penting kepada pemerintah karena berdampak negatif pada semangat petani untuk meningkatkan produksi padi atau gabah,” tambahnya.
Dwi Andreas menegaskan bahwa saat harga gabah tinggi, para petani lokal menjadi yang paling diuntungkan. Selain memberikan dorongan untuk meningkatkan produksi, kenaikan harga juga memberikan peluang bagi petani untuk menikmati keuntungan lebih besar.
“Terlihat seolah-olah yang mendapat manfaat dari kenaikan harga beras adalah pedagang besar, penggilingan padi besar, dan pemain besar lainnya. Tetapi sebenarnya, yang benar-benar mendapatkan manfaat adalah petani lokal. Kenaikan harga di tingkat konsumen ini dengan baik ditransmisikan ke petani,” tutupnya.(BY)