Penjualan Mobil 2025 Diprediksi Stabil, Target Capai 900 Ribu Unit

Periskop 2025: Penjualan Mobil Dinilai Masih Berat
Periskop 2025: Penjualan Mobil Dinilai Masih Berat

Jakarta – Penjualan mobil pada 2025 diperkirakan tidak akan jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dan rencana penerapan opsen pajak dianggap sebagai tantangan utama bagi industri otomotif.

1. Target Penjualan 900 Ribu Unit

Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, menyebut bahwa target penjualan mobil pada 2025 dipatok di angka 900 ribu unit. Target ini mempertimbangkan kondisi pasar yang belum pulih sepenuhnya dan pengaruh opsen pajak.

“Kami berharap dengan model baru dan penundaan opsen, target penjualan dapat mencapai sekitar 900 ribu unit,” ujar Kukuh dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (14/1/2025).

Pada 2024, target awal penjualan mobil sebesar 1,1 juta unit direvisi menjadi 850 ribu unit akibat lesunya pasar. Berdasarkan data Gaikindo, penjualan wholesales (pabrik ke dealer) tahun 2024 mencapai 865.723 unit, sementara penjualan retail (dealer ke konsumen) tercatat 889.680 unit. Angka ini turun 14,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Baca Juga  Penjualan Mobil Nasional Turun pada September 2024, Apa Penyebabnya?

2. Dampak Opsen Pajak

Jika opsen pajak diterapkan, penjualan mobil diprediksi mengalami penurunan signifikan. Opsen pajak dapat memicu kenaikan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), sehingga memberatkan konsumen.

3. Proyeksi Penjualan di Kisaran 800 Ribu Unit

Chief Operating Officer PT Hyundai Motors Indonesia (HMID), Fransiscus Soerjopranotor, memperkirakan penjualan mobil pada 2025 akan berkisar di angka 800 ribu unit. Meski begitu, angka tersebut masih dapat berubah tergantung pada momentum pasar sepanjang tahun.

“Namun, proyeksi terkini lebih realistis di angka 800 ribu, tergantung perkembangan pasar,” ujar Fransiscus.

4. Usulan Insentif untuk Dorong Penjualan

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Setia Darta, menyoroti penurunan daya beli masyarakat serta kenaikan suku bunga kredit sebagai faktor utama kontraksi industri otomotif.

Baca Juga  Perjalanan Sukses Bus Bejeu, Dari Perabotan Hingga Transportasi

“Kami mengajukan berbagai usulan insentif, seperti diskon PPnBM untuk kendaraan hybrid, insentif PPN DTP untuk kendaraan listrik sebesar 10 persen, serta penundaan atau keringanan opsen pajak,” ujar Setia Darta.

Saat ini, 25 provinsi telah menerapkan regulasi terkait relaksasi opsen PKB dan BBNKB. Kebijakan ini diharapkan dapat menopang keberlanjutan industri otomotif dan meningkatkan daya saing di pasar domestik maupun global.(BY)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *