Jakarta – Pemerintah Indonesia berencana untuk mengambil langkah-langkah pengaturan terhadap produk-produk luar negeri yang masuk ke tanah air melalui transaksi jual beli secara elektronik melalui media sosial, yang umumnya dikenal sebagai sosial commerce. Tujuan utama dari upaya ini adalah untuk melindungi pelaku usaha di Indonesia, terutama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Usman Kansong, mengemukakan hal ini pada Selasa (22/8/2023). Ia menjelaskan bahwa langkah ini tidak bertujuan untuk melarang produk luar negeri, melainkan untuk mengatur bagaimana produk-produk ini masuk ke dalam pasar domestik.
“Kami tidak anti produk luar negeri, karena produk asing juga membangkitkan kompetisi di pasar dalam negeri, mendorong peningkatan kualitas produk dalam negeri agar bisa bersaing di tingkat internasional,” ungkap Usman.
Peraturan pemerintah yang berlaku selama ini bukanlah pembatasan terhadap produk luar negeri, tetapi lebih mengatur cara produk-produk tersebut memasuki pasar domestik melalui e-commerce atau sosial commerce, seperti halnya TikTok Shop di Asia yang telah ramai diperbincangkan.
Meskipun begitu, Usman menekankan bahwa keputusan ini harus memperhatikan bagaimana produk-produk asing ini memasuki pasar. Oleh karena itu, kewenangan untuk melindungi produk dalam negeri, termasuk UMKM, yang terkait dengan masuknya produk asing melalui sosial commerce, berada di Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Usman menambahkan bahwa Kemendag akan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 50 tahun 2020 untuk mengatur perdagangan melalui sosial commerce. Dalam revisi ini, dijelaskan bahwa pemerintah akan membatasi penjualan barang impor dengan nilai minimal $100 per unit, misalnya di TikTok Shop.
Selain itu, revisi Permendag juga akan membedakan antara media sosial dengan platform penjualan serta melarang marketplace, termasuk TikTok Shop, untuk menjual barang hasil produksi sendiri atau dari perusahaan afiliasi. Tujuannya adalah untuk mendorong persaingan yang sehat di antara marketplace di Indonesia.
Revisi ini juga akan mewajibkan setiap produk dari luar negeri yang diimpor harus mencantumkan informasi tentang negara asal, standar pemenuhan, label halal, dan informasi dalam bahasa Indonesia.
Usman menyampaikan bahwa sementara produk UMKM sering kali tunduk pada peraturan yang ketat, seperti izin edar, Standar Nasional Indonesia (SNI), dan sertifikat halal, produk asing seringkali masuk tanpa pengawasan melalui sosial commerce atau e-commerce. Oleh karena itu, langkah-langkah ini diambil untuk menjaga keseimbangan dan perlindungan bagi pelaku usaha lokal. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) juga akan memastikan bahwa pedagang lokal dapat tetap berjualan barang impor di marketplace, asalkan barang tersebut telah masuk terlebih dahulu ke Indonesia.(des)