Jakarta – Ketersediaan lahan parkir merupakan kebutuhan penting bagi masyarakat di perkotaan. Oleh karena itu, pemerintah harus mengatur dan mengelola lahan parkir dengan baik. Pemerintah telah menggolongkan pajak parkir sebagai bagian dari Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk layanan parkir.
Namun, banyak masyarakat yang menganggap bahwa pajak parkir (PBJT untuk jasa parkir) dan retribusi parkir adalah hal yang sama. Padahal, kedua hal tersebut memiliki perbedaan yang cukup mendasar.
“Antara retribusi parkir dan pajak parkir terdapat perbedaan yang signifikan, baik dari segi objek maupun ketentuan pengecualiannya,” kata Morris Danny, Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta.
Morris menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat (35) Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, Pajak Barang dan Jasa Tertentu atau PBJT adalah pajak yang dikenakan kepada konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu.
Pasal 1 ayat (35) Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 juga menjelaskan bahwa Jasa Parkir adalah pajak atas layanan penyediaan atau pengelolaan tempat parkir di luar badan jalan dan/atau layanan parkir kendaraan di area parkir tertentu.
Baik yang disediakan terkait dengan usaha utama maupun sebagai usaha tersendiri, termasuk layanan penitipan kendaraan bermotor. Berdasarkan pengertian tersebut, sesuai dengan Pasal 48 Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, jasa parkir yang dikenakan PBJT meliputi:
A. Penyediaan atau pengelolaan tempat parkir, termasuk tempat parkir milik Pemerintah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan pemerintah daerah lainnya, yang pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta, serta parkir yang disediakan oleh perkantoran untuk karyawan mereka sendiri dengan biaya parkir.
B. Layanan parkir valet, yang merupakan objek pajak baru yang diatur dalam UU HKPD dan Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024.
Perlu diingat, tidak semua penyelenggara parkir dikenakan Pajak Parkir/PBJT untuk Jasa Parkir. Pengecualian ini diatur dalam Pasal 48 Ayat (3) Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, yang mencakup:
A. Jasa tempat parkir yang dikelola oleh Pemerintah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
B. Jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh perkantoran untuk karyawannya sendiri.
C. Jasa tempat parkir yang disediakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing dengan prinsip timbal balik.
D. Penyelenggaraan penitipan kendaraan bermotor dengan kapasitas hingga sepuluh kendaraan roda empat atau lebih dan/atau kapasitas hingga dua puluh kendaraan roda dua.
E. Penyelenggaraan tempat parkir yang secara eksklusif digunakan untuk usaha perdagangan kendaraan bermotor.
Retribusi Parkir
Morris juga menjelaskan bahwa jenis retribusi daerah terdiri dari Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu. Adapun retribusi parkir dapat termasuk dalam objek Retribusi Jasa Umum dan Retribusi Jasa Usaha.
Retribusi parkir merupakan bagian dari pelayanan yang menjadi objek Retribusi Jasa Umum, sebagaimana tercantum dalam Pasal 67 ayat (1) Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024.
Ini mencakup layanan parkir di tepi jalan umum, yang merupakan penyediaan fasilitas parkir di tepi jalan umum yang diatur oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Retribusi Jasa Umum adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pelayanan yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh individu atau badan,” ungkap Morris.
Selain itu, retribusi parkir juga termasuk dalam layanan yang menjadi objek Retribusi Jasa Usaha, sebagaimana tercantum dalam Pasal 74 ayat (1) Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024.
Ini meliputi penyediaan tempat parkir khusus di luar badan jalan, yaitu tempat parkir khusus yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Tempat khusus parkir di luar badan jalan ini merujuk pada area parkir yang berada di luar ruang milik jalan. Contohnya termasuk tempat parkir di gedung, bangunan, atau area lainnya yang dimiliki atau dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, seperti rumah sakit, pasar, sarana rekreasi, dan/atau sarana umum lainnya.
Morris menjelaskan bahwa Retribusi Jasa Usaha adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah, terkait dengan pemberian izin kepada individu atau badan yang menggunakan/memanfaatkan pelayanan jasa usaha.
Dengan memperhatikan ketentuan tersebut, maka retribusi adalah pemasukan daerah yang berasal dari usaha pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana ini ditujukan untuk kepentingan masyarakat, baik individu maupun badan atau korporasi.
“Dengan tersedianya sarana dan prasarana tersebut, masyarakat, baik individu maupun badan atau korporasi, diwajibkan memberikan pengganti berupa uang sebagai pemasukan kas daerah,” katanya.
Salah satu tujuan dari retribusi parkir adalah untuk mengatur lahan parkir agar bisa dimanfaatkan secara maksimal. Terlebih lagi, saat ini hampir setiap individu atau keluarga memiliki kendaraan. Selain itu, fungsi utama pemungutan retribusi parkir mirip dengan pajak, yaitu sebagai sumber tambahan pendapatan daerah.
Perbedaan PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir
PBJT Jasa Parkir adalah pungutan atas penyediaan atau pengelolaan tempat parkir di luar badan jalan dan/atau layanan parkir valet, termasuk tempat penitipan kendaraan bermotor yang pengelolaannya dilakukan oleh pihak swasta.
Sementara itu, Retribusi Parkir adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas layanan parkir yang disediakan oleh pemerintah daerah, yang bisa berupa pelayanan parkir di tepi jalan umum atau tempat parkir khusus di luar badan jalan yang dimiliki oleh pemerintah.
Tujuan dari retribusi parkir adalah untuk mengatur lahan parkir dan meningkatkan pendapatan daerah, dengan pengecualian yang lebih sedikit dibandingkan dengan PBJT Jasa Parkir.
Tempat parkir yang dikenakan PBJT Jasa Parkir termasuk pelataran parkir, gedung parkir, penitipan kendaraan bermotor, dan garasi kendaraan yang memungut biaya parkir atau tempat usaha yang terkait dengan usaha utama.
Sedangkan, tempat parkir yang dikenakan retribusi parkir misalnya parkir di tepi jalan umum dan juga tempat parkir khusus yang sudah disediakan oleh pemerintah daerah.
Dengan memahami perbedaan antara pajak parkir (PBJT) dan retribusi parkir, masyarakat diharapkan bisa lebih bijak dalam membedakan keduanya. Selain itu, hal ini juga membantu dalam mendukung upaya pemerintah dalam mengelola dan memaksimalkan penggunaan lahan parkir di perkotaan.
Dengan begitu, sistem parkir bisa menjadi lebih tertata, efisien, dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.(BY)