Jakarta – Apa itu PBJT? Mungkin Anda bertanya-tanya saat pertama kali mendengar istilah ini. Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) adalah pajak yang dibayar oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu.
Salah satu jenisnya adalah PBJT atas Makanan dan/atau Minuman, yang diatur dalam Undang-Undang HKPD. Ketentuan mengenai PBJT atas Makanan dan/atau Minuman terdapat dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, Morris Danny, menjelaskan bahwa PBJT atas Makanan dan/atau Minuman merupakan transformasi dari kebijakan sebelumnya yang dikenal sebagai “Pajak Restoran.”
Makanan dan/atau minuman yang dimaksud adalah yang disediakan, dijual, dan/atau diserahkan, baik langsung maupun tidak langsung atau melalui pesanan oleh restoran.
Pasal 44 Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 menjelaskan bahwa Objek PBJT mencakup penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi Barang dan/atau Jasa Tertentu, termasuk Makanan dan/atau Minuman, Tenaga Listrik, Jasa Perhotelan, Jasa Parkir, serta Jasa Kesenian dan Hiburan.
Dikecualikan dari Objek PBJT adalah penjualan dan/atau penyerahan Makanan dan/atau Minuman yang: a. Peredaran usahanya tidak melebihi Rp42.000.000,00 per bulan; b. Dilakukan oleh toko swalayan dan sejenisnya yang tidak hanya menjual Makanan dan/atau Minuman; c. Dilakukan oleh pabrik Makanan dan/atau Minuman; d. Disediakan oleh penyedia fasilitas layanan menunggu pesawat di bandar udara.
Ketentuan peredaran usaha tidak berlaku untuk penjualan yang dilakukan secara insidental.
Morris Danny mengingatkan kepada semua pelaku usaha makanan dan/atau minuman bahwa kewajiban PBJT ini tidak hanya berlaku untuk restoran saja.
Dia menegaskan, PBJT tidak terbatas pada restoran konvensional. Usaha katering atau layanan yang hanya menyediakan penyajian di lokasi sesuai pesanan pelanggan juga termasuk sebagai Objek PBJT.
“Ketentuan ini memperluas cakupan PBJT pada usaha kuliner yang menyediakan layanan makan di tempat atau berdasarkan pesanan di lokasi lain, meskipun bukan restoran konvensional,” tambahnya.
Pelaku usaha yang mematuhi kewajiban PBJT diharapkan dapat mendukung terciptanya tata kelola pajak yang adil dan sesuai aturan, serta berkontribusi pada pendapatan daerah yang digunakan untuk pembangunan yang lebih baik bagi masyarakat DKI Jakarta.
“Mari kita bersama-sama menciptakan lingkungan usaha yang taat pajak dan transparan demi kemajuan bersama,” pungkasnya.(BY)