Jakarta – Pemerintah menyiapkan kebijakan keringanan Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi pelaku usaha yang terdampak bencana banjir dan longsor di sejumlah wilayah Sumatra. Melalui kebijakan ini, debitur memperoleh fasilitas restrukturisasi kredit dengan masa relaksasi hingga maksimal tiga tahun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto yang dibahas dalam Sidang Kabinet Paripurna pada Senin (15/12/2025).
Untuk mendukung pelaksanaannya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan regulasi khusus berupa Peraturan OJK (POJK) sebagai dasar hukum restrukturisasi KUR bagi debitur terdampak bencana.
“Keputusan rapat hari ini menetapkan bahwa OJK sudah mengeluarkan POJK untuk melanjutkan restrukturisasi KUR dengan relaksasi sampai tiga tahun,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Airlangga memaparkan bahwa pemerintah akan melakukan penanganan debitur KUR terdampak bencana melalui dua tahapan. Pada tahap pertama yang berlangsung dari Desember 2025 hingga Maret 2026, debitur dibebaskan dari kewajiban membayar cicilan.
Dalam periode tersebut, penyalur KUR tidak menerima angsuran, tidak mengajukan klaim, dan pihak penjamin maupun asuransi kredit juga tidak melakukan klaim apa pun.
Memasuki tahap kedua, kebijakan relaksasi difokuskan pada debitur KUR yang telah berjalan. Bagi pelaku usaha yang tidak lagi memungkinkan untuk melanjutkan usahanya, pemerintah membuka peluang relaksasi lanjutan hingga opsi penghapusan kredit.
Sementara itu, debitur yang masih memiliki kemampuan untuk beroperasi akan mendapatkan keringanan melalui sejumlah skema, seperti perpanjangan jangka waktu kredit, tambahan pembiayaan (suplesi), serta subsidi bunga dan margin.
Airlangga menjelaskan bahwa subsidi bunga akan diberikan penuh pada 2026 dengan bunga 0 persen, kemudian 3 persen pada 2027. Skema serupa juga berlaku bagi debitur baru, sebelum kembali ke tingkat bunga normal sebesar 6 persen pada tahun-tahun berikutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menegaskan bahwa pihaknya telah mengaktifkan POJK Nomor 19 Tahun 2022 tentang Penanganan Dampak Bencana Alam sejak 10 Desember 2025 untuk tiga provinsi terdampak.
Mahendra menyampaikan bahwa terdapat tiga poin utama dalam kebijakan tersebut. Pertama, restrukturisasi kredit dapat dilakukan oleh seluruh lembaga jasa keuangan, mulai dari perbankan, perusahaan pembiayaan, lembaga keuangan mikro, hingga pegadaian, dengan jangka waktu maksimal tiga tahun tanpa batas plafon kredit.
Kedua, kredit yang direstrukturisasi tetap dikategorikan sebagai lancar, sehingga debitur tetap memiliki akses untuk mengajukan pembiayaan baru. Ketiga, untuk kredit dengan nilai hingga Rp10 miliar, penilaian status lancar cukup didasarkan pada kelancaran pembayaran.
Mahendra menambahkan bahwa karena KUR mengandung unsur subsidi bunga, penjaminan, dan asuransi kredit, maka seluruh komponen tersebut juga akan ditangani dan dimitigasi oleh pemerintah.
“Dengan demikian, perlakuan khusus terhadap KUR, termasuk relaksasi dan restrukturisasi, akan disamakan dengan kebijakan yang berlaku untuk seluruh jenis kredit dan pembiayaan lainnya,” pungkasnya.(BY)
