Jakarta – Hizbullah meluncurkan roket jarak jauh dari Lebanon ke Yerusalem pada akhir pekan, Sabtu (28/9).
Tindakan tersebut merupakan respons atas serangan udara intensif yang dilakukan oleh militer Israel (IDF) ke wilayah Lebanon, termasuk Beirut, yang salah satunya menewaskan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah.
Menurut laporan CNN, sirine tanda bahaya terdengar di Yerusalem sebagai peringatan adanya serangan roket yang mengarah ke kota tersebut.
“Beberapa waktu lalu, sirine berbunyi di sekitar Yerusalem menyusul peluncuran roket dari Lebanon ke wilayah Israel,” ungkap IDF dalam pernyataannya.
Tidak lama setelah itu, pihak Israel melaporkan bahwa salah satu roket yang diluncurkan dari Lebanon berhasil dicegat dan jatuh di Tepi Barat.
Proyektil tersebut mendarat di wilayah yang diduduki Israel, tepatnya di Mitzpe Hagit. IDF juga menambahkan bahwa tim pemadam kebakaran segera dikerahkan untuk mencegah kebakaran yang mungkin meluas.
Layanan darurat Israel, Magen David Adom, menyatakan bahwa tim mereka dikerahkan ke tiga lokasi, namun hingga saat ini belum ada laporan korban jiwa.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang kembali lebih awal dari kunjungannya ke Amerika Serikat, mengadakan rapat kabinet darurat dan mengunjungi markas besar IDF di Tel Aviv pada Sabtu lalu.
Netanyahu menegaskan bahwa kematian Nasrallah merupakan akibat dari tanggung jawabnya atas “pembunuhan banyak warga Israel dan warga negara lain, termasuk ratusan warga Amerika dan puluhan warga Prancis.”
“[Tewasnya Nasrallah] adalah langkah penting untuk mencapai tujuan yang telah kita tetapkan,” tambah Netanyahu.
IDF juga melaporkan bahwa serangan udara di daerah Dahiyeh, Beirut, menewaskan salah satu pemimpin intelijen senior Hizbullah, Hassan Khalil Yassin. Namun, hingga saat ini belum ada konfirmasi resmi dari pihak Hizbullah terkait kematian Yassin.
Di Lebanon, Kementerian Kesehatan negara itu melaporkan setidaknya 33 orang tewas dan 195 terluka akibat serangan udara Israel pada Sabtu lalu. Selama sepekan terakhir, jumlah korban jiwa di Lebanon telah mencapai 1.000 orang akibat serangan udara yang terus menerus dilakukan oleh Israel.
Serangan udara Israel yang menyasar markas Hizbullah juga menghantam kawasan pemukiman padat penduduk di Beirut selatan. Israel menuduh Hizbullah menyimpan persenjataan di gedung-gedung sipil dan menggunakan warga sipil sebagai “perisai manusia.” Tuduhan ini dibantah oleh Hizbullah.
Aksi militer Israel di Lebanon, yang mirip dengan serangan di Gaza sejak Oktober tahun lalu, menuai kecaman keras dari berbagai pihak di dunia.
Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, melalui akun media sosialnya, mengkritik tindakan Israel yang dianggap menyebabkan bencana di Lebanon.
“Kami menganggap Israel sepenuhnya bertanggung jawab atas dampak bencana dari agresinya terhadap Lebanon, yang dilakukan dengan brutal tanpa pertimbangan hukum atau kemanusiaan. Sementara itu, Israel terus melanjutkan agresi terhadap Gaza dan eskalasi berbahaya di Tepi Barat,” tulis Safadi.
Safadi juga menyatakan solidaritas rakyat Yordania atas penderitaan yang dialami warga Lebanon akibat serangan Israel.
Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, mengumumkan tiga hari berkabung nasional atas tewasnya Nasrallah sebagai syahid. Masa berkabung ini akan berlangsung dari Senin hingga Rabu mendatang, di mana semua kegiatan publik dan swasta akan dihentikan sementara saat pemakaman berlangsung.
Para pemimpin negara Barat, meskipun belum mengutuk Israel, mendesak agar segera dilakukan gencatan senjata. Presiden AS Joe Biden, Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy, serta sejumlah pemimpin dari Kanada, adalah beberapa tokoh yang menyerukan hal tersebut.
Kanada juga mengumumkan akan memberikan bantuan kemanusiaan senilai US$7,4 juta bagi warga sipil di Lebanon.
“Kanada mendesak semua pihak yang terlibat konflik untuk melindungi warga sipil, termasuk pekerja kemanusiaan, dari ancaman bahaya,” kata Kementerian Luar Negeri Kanada dalam pernyataannya, yang juga menyerukan gencatan senjata selama 21 hari di perbatasan Lebanon-Israel. (des)