Jakarta – Presiden Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), memimpin negara melewati dua krisis ekonomi besar, yaitu Krisis Keuangan Global pada 2008/2009 dan periode Taper Tantrum pada 2013/2014.
Meski menghadapi tantangan tersebut, SBY berhasil menjaga laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 6% selama masa pemerintahannya. Selama sepuluh tahun kepemimpinannya, lima tahun di antaranya mencatatkan pertumbuhan ekonomi di atas angka tersebut.
Pada 2007, misalnya, ekonomi Indonesia tumbuh 6,35%, diikuti dengan 6,01% pada 2008, 6,22% pada 2010, 6,17% pada 2011, dan 6,03% pada 2012. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi terendah terjadi pada 2009, yang tercatat sebesar 4,63%.
Namun, dalam sepuluh tahun terakhir (2014-2024), pertumbuhan ekonomi Indonesia bertahan di kisaran 5%, dengan puncak tertinggi pada 2022 yang mencapai 5,31%. Pencapaian terendah terjadi pada 2020, di tengah krisis pandemi Covid-19, dengan kontraksi ekonomi hingga minus 2,07%.
Dalam wawancara khusus di program Squawk Box CNBC Indonesia pada Senin (17/2/2025), SBY menjelaskan bahwa kebijakan yang diterapkannya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5% sebenarnya sederhana. Fokus utamanya adalah menjaga komponen-komponen utama pendorong ekonomi domestik.
“Yang penting adalah menjaga komponen yang mendukung pertumbuhan, baik makro maupun mikro, moneter maupun fiskal,” ujar SBY.
Untuk komponen permintaan, SBY berfokus pada konsumsi rumah tangga, dengan cara menjaga kenaikan gaji ASN setiap tahun, menciptakan lapangan kerja, serta memberikan bantuan sosial yang tepat sasaran. Ia menegaskan bahwa jika konsumsi rumah tangga menurun, pertumbuhan ekonomi pun akan ikut terpengaruh.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya menjaga iklim investasi, memperkuat sektor ekspor, dan memastikan pengelolaan belanja pemerintah tetap terjaga untuk mendukung pertumbuhan.
SBY juga menyebutkan bahwa dalam menghadapi krisis, seorang pemimpin harus mampu menjaga optimisme dengan melibatkan semua pihak, baik pemerintah pusat dan daerah, sektor swasta, hingga media massa. “Semua harus berpartisipasi, bersama-sama menghadapi krisis ini,” tambahnya.(des*)