Lonjakan Biaya dan Peserta Nonaktif Picu Defisit BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan
ilustrasi

Jakarta – Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan mengungkapkan bahwa pendapatan iuran dari Dana Jaminan Sosial Kesehatan pada tahun 2024 mencapai Rp165,34 triliun. Informasi ini disampaikan dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR.

Namun, beban jaminan kesehatan tahun lalu tercatat sebesar Rp174,90 triliun, sehingga terjadi defisit sebesar Rp9,56 triliun.

Ketua Dewas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, menjelaskan bahwa terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan defisit dana jaminan sosial ini. Ia menyoroti ketimpangan antara pendapatan iuran dan pembayaran manfaat yang semakin meningkat pascapandemi COVID-19.

“Salah satu penyebab defisit ini adalah ketidakseimbangan antara pendapatan iuran dengan beban pembayaran manfaat. Hal ini terjadi karena adanya lonjakan biaya jaminan kesehatan setelah pandemi,” ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (11/2).

Ia juga menyebut bahwa terjadi efek rebound, di mana tingkat pemanfaatan layanan di rumah sakit dan klinik meningkat.

Baca Juga  Antisipasi Lonjakan Penumpang, PT KAI Operasikan KA Tambahan Medan-Rantau Prapat

Selain itu, Abdul menyampaikan bahwa lonjakan biaya layanan kesehatan turut dipengaruhi oleh dua faktor lainnya, yaitu perubahan tarif dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diatur melalui Permenkes Nomor 3 Tahun 2023 serta biaya tindak lanjut dari skrining 14 jenis penyakit yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan BPJS Nomor 3 Tahun 2024.

Selain tingginya biaya layanan kesehatan, Abdul juga menyoroti masih banyaknya peserta BPJS Kesehatan yang tidak aktif. Menurutnya, kondisi ini berdampak pada pengumpulan iuran dan berpotensi memperparah defisit keuangan BPJS.

“Hingga saat ini, masih banyak peserta BPJS Kesehatan yang tidak aktif. Hal ini tentu berdampak pada penerimaan iuran dan berpotensi menambah beban keuangan BPJS,” jelasnya.

Faktor lain yang turut berkontribusi terhadap kondisi keuangan BPJS adalah belum optimalnya sistem pelayanan kesehatan. Abdul mengungkapkan bahwa masih ditemukan kekurangan dalam penanganan perawatan pasien, yang berdampak pada peningkatan biaya kesehatan.

Baca Juga  Sambangi Majalengka, Kak Seto Siap Dampingi Anak Korban Kekerasan

“Masih ada kelemahan dalam sistem perawatan yang membuat biaya kesehatan terus meningkat,” tambahnya.

Melihat kondisi defisit yang semakin besar, Abdul menekankan perlunya langkah mitigasi yang lebih konkret dari pihak Direksi BPJS Kesehatan.

Beberapa strategi yang diusulkan antara lain menyesuaikan besaran iuran agar lebih seimbang dengan manfaat yang diberikan, meningkatkan jumlah peserta aktif, terutama dari kelompok Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) yang banyak tidak aktif, serta merancang strategi penganggaran yang lebih efektif demi keberlanjutan sistem JKN.

“Direksi harus segera menyiapkan solusi terkait penyesuaian iuran. Kami juga berharap ada peningkatan jumlah peserta aktif dari kelompok PBPU serta strategi penganggaran yang lebih rasional,” tegas Abdul.(des*)