banner sidebar

Leonardo Olefins Hamonangan Kembali Gugat Aturan Usia dalam Lowongan Kerja ke Mahkamah Konstitusi

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK).

JakartaLeonardo Olefins Hamonangan, seorang warga Bekasi, kembali mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai persyaratan dalam lowongan pekerjaan. Ia meminta agar MK melarang perusahaan menetapkan syarat usia dan penampilan menarik dalam lowongan pekerjaan.

Leonardo merupakan pemohon dalam perkara 35/PUU-XXII/2024 yang membahas batas usia dalam kesempatan kerja. Namun, gugatan sebelumnya ditolak oleh hakim pada putusan yang dibacakan pada 30 Juli 2024.

Kini, Leonardo kembali mengajukan gugatan baru mengenai batas usia dalam lowongan kerja, yang terdaftar dengan nomor perkara 124/PUU-XXII/2024. Sidang perdananya berlangsung di gedung MK, Jakarta Pusat, pada Selasa (24/9/2024).

Dalam gugatan terbarunya, Leonardo dan rekan-rekannya menantang Pasal 35 ayat 1 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan serta Pasal 1 angka 3 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Berikut adalah isi petitumnya:

  1. Memohon agar permohonan pemohon dikabulkan sepenuhnya.
  2. Menyatakan bahwa Pasal 35 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai bahwa ‘pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja dilarang mengumumkan lowongan pekerjaan yang mensyaratkan usia, penampilan menarik, ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, kebangsaan, atau asal-usul keturunan kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.’
  3. Menyatakan bahwa Pasal 1 angka 3 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai bahwa ‘diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung atau tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar usia, agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang berakibat pengurangan penyimpangan atau penghapusan pengakuan pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.’

Apabila majelis hakim MK memiliki pendapat berbeda, ia meminta agar keputusan diambil secara adil.

Hakim MK Guntur Hamzah memberikan saran terkait permohonan ini. Ia menilai para pemohon tidak kehilangan semangat meskipun gugatan sebelumnya telah ditolak.

“Yang pertama, memang kita tahu bahwa pengujian ini sepertinya betul-betul tidak menyerah, karena sudah ada Putusan 35. Namun, saya mengikuti perkembangan berita dan harapan masyarakat agar diskriminasi usia tidak terjadi di negara kita,” ujarnya.

Guntur juga meminta para pemohon untuk melengkapi permohonan dengan menjelaskan kerugian yang mungkin dialami. Hal ini dianggap penting untuk pertimbangan majelis hakim.

“Nah, sekarang Anda tanya diri Anda, Saudara Leonardo, apakah itu merugikan Anda? Anda sudah menjadi karyawan swasta. Mungkin Anda bisa menjelaskan bahwa Anda tidak selalu menjadi karyawan swasta, dan saat berpindah kerja, syarat usia itu kembali muncul. Ini menunjukkan keterkaitan norma tersebut,” jelasnya.

Sebelumnya, MK menolak gugatan yang diajukan Leonardo terkait diskriminasi dalam lowongan kerja. Sidang putusan dilaksanakan di gedung MK pada Rabu (31/7), di mana hakim MK menyatakan bahwa pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan dasar gugatan tidak terkait dengan diskriminasi dalam lowongan pekerjaan.(BY)