Padang – Keberadaan Harimau Sumatera semakin terancam. Habitatnya terus menyusut dan berbagai ancaman mengancam kehidupannya.
Populasi Harimau Sumatera semakin berkurang karena habitat yang semakin menyempit. Konflik yang terjadi sering berujung pada kematian harimau tersebut.
Baru-baru ini, seekor Harimau Sumatera ditemukan mati terjerat sling babi di area perkebunan warga di Jorong Tikalak, Nagari Tanjung, Beringin Selatan, Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat pada Selasa (16/5/2023).
Hasil nekropsi menunjukkan adanya pendarahan di beberapa organ seperti rongga dada, paru-paru, dan leher. Harimau tersebut juga terpapar panas matahari yang sangat tinggi dan mengalami hipoksia akut.
Pada Kamis (25/7/2024), kejadian serupa terulang. Seekor harimau ditemukan mati di Nagari Sungai Pua, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, dengan penyebab yang sama, yaitu terjerat sling.
Pendiri Yayasan Jejak Harimau Sumatera, Andri Mardiansyah, menilai bahwa kematian tragis dua Harimau Sumatera akibat jerat sling dalam dua tahun terakhir di Sumatera Barat menjadi cerminan ancaman serius terhadap kelangsungan hidup satwa tersebut.
Meskipun Harimau Sumatera memiliki tradisi dan mitologi yang kuat, hal ini belum cukup untuk mencegah kejadian serupa.
“Jika harimau ini sudah menjadi bagian integral dari identitas budaya yang mencerminkan kekayaan tradisi dan nilai-nilai kearifan lokal, seharusnya kejadian serupa tidak terulang lagi. Harus dijaga agar tidak punah,” kata Andri Mardiansyah pada Senin (29/7/2024) melalui keterangan tertulis.
Andri mengatakan, adanya jalinan protagonis dan antagonis yang memunculkan dua pemaknaan terhadap Harimau Sumatera, sebagai sosok yang disakralkan dan memiliki nilai spiritual serta sebagai sosok yang mengancam keselamatan, menjadi tantangan besar dalam konservasi harimau saat ini.
“Konservasi Harimau Sumatera tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah, seperti Kementerian LHK melalui BKSDA. Butuh sinergi yang kuat dengan seluruh lapisan masyarakat. Edukasi dan kesadaran harus lebih masif, tidak hanya berhenti di acara seremonial saja,” katanya.
Peringatan Global Tiger Day (GTD) atau Hari Harimau Sedunia yang jatuh pada 29 Juli setiap tahunnya harus dijadikan momentum penting untuk refleksi dan upaya pelestarian yang serius dan berkelanjutan.
“Ancaman nyata yang dihadapi Harimau Sumatera, termasuk perburuan liar, deforestasi, alih fungsi lahan, dan hilangnya habitat alami, menjadi pekerjaan besar kita bersama. Perlu kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi lingkungan untuk melindungi populasi harimau agar tidak mengikuti jejak saudaranya dari Bali dan Jawa yang sudah punah,” tutur Andri.(des)