Sumbar  

Jelang Rehab-Rekon Pascabencana di Sumbar, BNPB Tekankan Pentingnya Memaksimalkan Pendataan

Padang — Pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menegaskan pentingnya pengkajian kebutuhan pascabencana (Jitupasna) sebagai langkah awal dalam penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana (R3P) di Sumatera Barat (Sumbar).

Hal itu ditekankan Sekretaris Utama (Sestama) BNPB, Rustian, saat digelarnya Rapat Persiapan Rehab-Rekon Pascabencana Hidrometeorologi Sumbar di Posko Terpadu Penanganan Bencana-Aula Kantor Gubernur Sumbar, Selasa (16/12/2025). Ia mengingatkan, bahwa penanggulangan bencana tidak berhenti pada fase tanggap darurat.

“Fase rehabilitasi dan rekonstruksi ke depan tentu harus direncanakan secara matang, berbasis data, partisipatif, dan sesuai dengan kondisi riil di lapangan, serta tentu harus mengacu secara konsisten pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ucap Rustian.

Ia menambahkan bahwa pembangunan kembali fasilitas umum, permukiman, dan infrastruktur yang rusak akibat bencana harus diupayakan secepat mungkin. Oleh karena itu, pendataan melalui Jitupasna menjadi langkah awal yang sangat krusial sebelum pelaksanaan pembangunan dalam tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.

Rustian menegaskan, Jitupasna akan menjadi pedoman dalam penyusunan Dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana (R3P), yang akan menjadi peta utama dalam proses pemulihan pascabencana. Dokumen tersebut nantinya mencakup peta pembangunan di sektor perumahan, infrastruktur, sosial, ekonomi, serta lintas sektor lain.

“Dalam hal ini, Pemda jelas memegang peran strategis sebagai penggerak utama pemulihan di wilayah masing-masing, dengan tanggung jawab yang melekat pada setiap perangkat daerah. BNPB akan melakukan pendampingan langsung dalam pelaksanaan Jitupasna dan penyusunan Dokumen R3P dengan melibatkan akademisi serta pihak terkait lainnya,” ucapnya lagi.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah Provinsi Sumbar, Arry Yuswandi menyampaikan, bahwa berdasarkan perkiraan sementara, total kerugian akibat bencana hidrometeorologi di Sumbar mencapai sekitar Rp13,5 triliun, atau setara dengan dua tahun APBD Provinsi Sumatera Barat. Kondisi ini menjadi tantangan besar mengingat kapasitas fiskal daerah yang masih terbatas.

“Ini kondisi yang tentu tidak mudah bagi kita di Sumbar. Oleh karena itu, provinsi dan kabupaten/kota harus bersama-sama memastikan pendataan melalui Jitupasna dapat dilakukan secara valid dan akurat,” ujarnya.

Berdasarkan pendataan yang masih berjalan, sambungnya, taksiran kerusakan sektor permukiman di Sumbar mencapai Rp570 miliar, kerusakan infrastruktur sekitar Rp7,3 triliun, sektor sosial sekitar Rp17 miliar, sektor pendidikan Rp14 miliar, dan keagamaan (rumah ibadah) sekitar Rp3,2 miliar.

“Angka-angka itu masih jauh dari estimasi kerugian total yang telah diperkirakan. Selain itu, kita juga masih memerlukan penyamaan persepsi terkait kriteria kerusakan,” ucap Arry lagi. (adpsb/*)

Exit mobile version