Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga mantan pejabat PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) sebagai tersangka dalam dugaan korupsi terkait kerja sama usaha serta akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh perusahaan pelat merah tersebut. Selain itu, KPK juga menetapkan pemilik PT Jembatan Nusantara, Adjie, sebagai tersangka.
Ketiga mantan pejabat yang dijadikan tersangka adalah Ira Puspadewi (IP), Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry periode 2017-2024; Harry Muhammad Adhi Caksono (HM), Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Indonesia Ferry periode 2020-2024; serta Muhammad Yusuf Hadi (MYH), Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry periode 2019-2024.
Kronologi Dugaan Korupsi
Kasus ini bermula pada 2014 ketika Adjie menawarkan perusahaannya, PT Jembatan Nusantara, untuk diakuisisi oleh PT ASDP. Namun, saat itu jajaran direksi dan komisaris ASDP menolak tawaran tersebut karena menilai kapal-kapal milik PT JN sudah berusia tua dan tidak layak secara ekonomi. Selain itu, ASDP memiliki rencana jangka panjang yang berfokus pada peningkatan kualitas layanan, sehingga akuisisi dianggap tidak sesuai dengan strategi perusahaan.
Pada 2017, terjadi pergantian kepemimpinan di ASDP, di mana Ira Puspadewi diangkat sebagai Direktur Utama. Tak lama setelahnya, pada awal 2018, Adjie kembali menawarkan akuisisi perusahaannya.
“Sepertinya tawaran tersebut mendapatkan respons positif dari jajaran direksi baru yang akhirnya menyetujui proses ini,” ujar Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo, Kamis (13/2/2025).
Sepanjang 2018, negosiasi masih dilakukan secara informal. Kemudian, pada 2019, PT JN mengajukan penawaran tertulis untuk diakuisisi oleh PT ASDP. Karena saat itu ASDP belum memiliki aturan internal terkait akuisisi, dibuatlah skema kerja sama usaha sebagai alternatif.
“Aturan mengenai akuisisi belum tersedia, sehingga dibuat konsep kerja sama usaha,” jelas Budi.
Dugaan Manipulasi dan Kerugian Negara
Dalam prosesnya, PT JN diduga memanipulasi laporan keuangan agar terlihat sehat secara finansial. Pada Juni 2019, PT ASDP dan PT JN akhirnya menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait kerja sama usaha tersebut.
Namun, KPK menemukan kejanggalan dalam prosedur ini. Ira Puspadewi selaku Direktur Utama ASDP diduga mengirimkan surat kerja sama akuisisi dengan PT JN, sementara kepada Kementerian BUMN ia justru mengajukan surat permintaan persetujuan untuk akuisisi penuh.
“Komisaris ASDP saat itu memahami ini sebagai kerja sama usaha, tetapi ternyata yang diajukan ke Kementerian adalah permohonan akuisisi,” ungkap Budi.
Ira juga disebut meminta bawahannya untuk menyusun regulasi yang memungkinkan akuisisi dilakukan. Salah satunya adalah perubahan Peraturan Direksi pada 2020 yang kemudian diikuti dengan revisi rencana jangka panjang ASDP. Dalam perubahan tersebut, ASDP berencana mengakuisisi 53 kapal, jumlah yang ternyata sama dengan armada yang dimiliki PT JN.
KPK mengungkapkan bahwa kerja sama usaha dan akuisisi ini menghabiskan dana hingga Rp1,2 triliun, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp900 miliar.
“Dari 53 kapal yang diakusisi, hanya 11 kapal yang berusia di bawah 22 tahun, sedangkan sisanya sudah berusia 30 hingga hampir 60 tahun, yang seharusnya tidak layak untuk diakuisisi,” jelasnya.
Berdasarkan temuan ini, KPK meyakini adanya pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian negara dalam jumlah besar.(des*)