Dampak Tambang Nikel, LSM Soroti Kerusakan Lingkungan dan Konflik Sosial

Tambang
ilustrasi

Jakarta – Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) dari Indonesia dan Korea Selatan mendesak pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan sementara penerbitan izin pertambangan nikel.

Desakan ini muncul akibat laporan mengenai dampak lingkungan dan konflik sosial di wilayah pertambangan nikel. Moratorium dinilai perlu dilakukan guna menertibkan berbagai pelanggaran yang terjadi.

“Pemerintah perlu menerapkan moratorium izin pertambangan, khususnya sektor ekstraksi nikel di Indonesia, serta melakukan tinjauan dan evaluasi mendalam terhadap kebijakan dan rencana nasional terkait pertambangan nikel dan pengembangan industri hilirnya,” ujar Direktur Indies, Kurniawan Sabar, dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta, Rabu (12/2).

LSM tersebut memahami bahwa Indonesia merupakan produsen utama nikel dunia dan industri pengolahannya tengah berkembang pesat.

Namun, mereka mengingatkan bahwa dampak negatif dari pertambangan ini tidak bisa diabaikan. Beberapa permasalahan yang muncul di antaranya pencemaran udara, deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, serta konflik lahan akibat regulasi yang belum berpihak pada keadilan lingkungan dan sosial.

Baca Juga  Kecelakaan Tragis di Maros, Truk Elpiji Hantam Minibus, Enam Orang Terluka

Dukungan terhadap moratorium ini juga datang dari Climate Ocean Research Institute (CORI) asal Korea Selatan. Mereka menyoroti pesatnya pertumbuhan investasi Korsel di Indonesia.

Sebagai ilustrasi, investasi Korea Selatan dalam industri pengolahan nikel di Indonesia mencapai US$1,3 miliar pada kuartal II 2024. Angka ini meningkat 1.200 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Namun, lonjakan investasi tersebut dinilai belum diiringi dengan langkah-langkah untuk mencegah dampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat.

“Perusahaan-perusahaan Korea perlu memahami tantangan ini dan memastikan operasional mereka dapat meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan serta komunitas lokal,” ujar Ketua CORI, Hyelyn Kim.

Baca Juga  Dampak Hasil Laga Timnas Indonesia vs Bahrain terhadap Peringkat FIFA

Sementara itu, Direktur Advocates for Public Interest Law (APIL), Shin-young Chung, mengungkapkan bahwa isu ini juga menjadi perhatian masyarakat sipil di Korea Selatan. Mereka tengah mengupayakan rancangan undang-undang yang mengatur Uji Tuntas Lingkungan dan Hak Asasi Manusia dalam Rantai Pasok.

Menurutnya, regulasi tersebut sangat penting untuk memastikan investasi Korea di negara lain tidak merugikan lingkungan maupun sosial. Rancangan undang-undang ini merujuk pada Petunjuk Uji Tuntas Keberlanjutan Perusahaan (CSDDD) yang diterapkan Uni Eropa.

“Kami sebenarnya telah menyerahkan draf undang-undang ini ke parlemen dan semula ditargetkan untuk dibahas pada Desember lalu. Namun, situasi darurat militer yang terjadi menyebabkan pembahasannya tertunda. Meskipun demikian, kami terus berupaya mendorong agar ini tetap menjadi prioritas,” pungkas Shin.(des*)