Singkil, fajarharapan.id – Warga Aceh Singkil meminta pemerintah meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di tengah kebijakan efisiensi (penghematan) anggaran dari pemerintah pusat..
Permintaan ini disampaikan oleh sejumlah tokoh masyarakat dan pejabat daerah dalam forum konsultasi publik Rencana Kerja Pembangunan Kota (RKPK) Aceh Singkil yang digelar di Aula Bappeda setempat pada Rabu, (19/2).
Seperti Ketua Dewan Koperasi Indonesia Daerah (Dekopinda) Aceh Singkil, Abdul Jakfar, dalam forum itu mempertanyakan hasil pajak bumi dan bangunan dari sejumlah perusahaan perkebunan sawit yang ada di wilayah tersebut. “Aceh Singkil merupakan wilayah dengan perkebunan kelapa sawit terbesar kedua di Sumatera. Kami meminta agar regulasinya diperjelas,” ujarnya.
Ia juga menyoroti bahwa pembangunan sebaiknya dimulai dari kecamatan. Selain itu, ia berharap penerimaan zakat, infak, dan sedekah dapat ditingkatkan melalui inovasi Baitulmal, minimal membantu biaya pendidikan di daerah.
Tokoh masyarakat lainnya, Ismail Saleh, mengungkapkan bahwa potensi Aceh Singkil sangat besar namun belum dimanfaatkan secara optimal. Ia mengamati berbagai sektor, termasuk ekonomi dan kesehatan, yang memerlukan perhatian dan prioritas.
“Dari hasil riset saya, potensi perikanan Aceh Singkil mencapai 30 ribu ton ikan per tahun, namun 1.500 ton ikan justru dibawa ke daerah lain. Hasil laut kita sering dicuri, sehingga perlu penanganan serius,” katanya.
Ia juga membandingkan bahwa jika sektor perikanan dikelola dengan baik, maka potensi keuntungannya bisa jauh lebih besar daripada hasil perkebunan sawit. “Perikanan bisa menghasilkan sekitar 3,3 miliar per hari. Jika kita ingin mengundang investor, infrastruktur dan sumber daya manusia harus disiapkan,” tambahnya.
Sementara itu, Kasi Datun Kejari Aceh Singkil, Jales SH, menyarankan agar pemerintah daerah menggunakan bantuan hukum untuk menagih piutang. Ia juga menegaskan pentingnya komunikasi dengan aparat hukum untuk menyelesaikan masalah daerah.
Dalam forum tersebut, Roesman Hasymi menyarankan agar regulasi terkait zakat dari tandan buah segar (TBS) perusahaan dipertegas, dan perusahaan-perusahaan CPO diharapkan mematuhi undang-undang yang berlaku di Aceh.
Fajri Yunus, dari kalangan Akademisi juga, mengusulkan agar instrumen survei kemiskinan tidak hanya mengacu pada standar nasional, melainkan dikembangkan secara mandiri untuk mengidentifikasi masyarakat miskin dengan lebih tepat. Menurutnya, pendidikan adalah kunci untuk memutus mata rantai kemiskinan.
Kabid Program Aceh Singkil, Safrizal Amni, menanggapi hal itu mengakui bahwa masalah PAD masih menjadi tantangan besar. Menurutnya, efisiensi dan strategi yang tepat diperlukan agar target PAD dapat tercapai.
Acara RKPK ini dibuka oleh Sekretaris Daerah Aceh Singkil, Edi Widodo, dan dihadiri oleh perwakilan dari Dandim, Kejari, Ketua MPU, serta para ketua SKPK lainnya.| K4