![]() |
Yovita Kristianawati |
Oleh : Yovita Kristianawati
(Kepala Seksi PPA IIC Kanwil DJPb Provinsi Bangka Belitung)
Gejolak ekonomi global menandai langkah akhir perjalanan Bangsa Indonesia di tahun 2022. Pada awal tahun 2022 diketahui bahwa kasus Omicron yang merupakan varian dari Virus Covid 19 masih tinggi dijumpai kasusnya di Indonesia, walaupun kemudian dalam perkembangannya semakin melandai dan berkurang kasus yang dijumpai.
Menjelang pertengahan tahun 2022 dunia diwarnai dengan memanasnya situasi geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang berdampak pada memburuknya perekonomian global.
Perekonomian global yang memburuk di bawah tekanan inflasi yang tinggi berpengaruh ke seluruh sendi perekonomian dan seluruh negara terkena dampaknya termasuk Indonesia. Krisis energi dan krisis pangan melanda dunia. Seperti diketahui Rusia dan Ukraina merupakan negara yang memegang peranan penting perekonomian dunia.
Rusia selain merupakan produsen minyak bumi, gas alam, batubara serta berbagai hasil tambang, juga kaya akan logam dan mineral yang menjadikan Rusia sebagai negara yang mempunyai peran strategis di pasar komoditas energi dunia. Industri strategis dunia termasuk industry pesawat terbang membutuhkan titanium yang dihasilkan oleh Rusia. Demikian juga Rusia merupakan pemasok batubara dunia.
Di sisi lain Ukraina juga merupakan negara dengan hasil bumi yang berlimpah terutama gandum, jagung dang biji-bijian. Ukraina mendapat julukan sebagai lumbung gandum dan menjadi pemasok utama gandum di Eropa. Hal ini disebabkan karena tanahnya subur yang merupakan pembentuk dari sepertiga dari tanah subur di Eropa.
Komoditas penting lainya yang dimiliki Ukraina adalah baja yang mendukung berbagai sektor industri. Industri berat dan berkembang diantaranya adalah industri penerbangan. Selain itu, Ukraina mempunyai kedudukan strategis di Eropa karena merupakan negara dengan sektor industri ringan yang berkembang dan merupakan pemasok tenaga kerja, hal ini karena upah di Ukraina relatif lebih rendah dan lokasinya dekat dengan pasar Uni Eropa.
Selain kondisi geopolitik yang menyebabkan gangguan perekonomian global, dunia juga dihadapkan dengan perubahan iklim yang sangat ekstrim. Dunia saat ini dihadapkan pada kenyataan adanya perubahan iklim yang menyebabkan pemanasan global.
Kondisi ini memerlukan perhatian dan keseriusan seluruh negara dan perlu penanganan secara menyeluruh. Sinergi dan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan di seluruh dunia akan menghindarkan dunia dari memburuknya iklim global, percepatan proses pencairan es di kutub utara dan selatan, serta meningkatkan suhu muka bumi hingga 2 derajat lebih tinggi dari pada saat ini.
Kondisi perubahan iklim ekstrim ini mendesak untuk ditangani dan menjadi concern dunia. Seluruh negara dan organisasi dunia tak terkecuali Indonesia harus bahu membahu dan bekerja sama untuk mengatasinya.
Situasi global tersebut memaksa APBN untuk bekerja secara responsive, fleksibel dan agile. Responsive dimana APBN bekerja memberikan respon sesuai dengan kondisi di tengah ketidakpastian ekonomi global dan tekanan inflasi dunia yang tinggi.
Dalam situasi ini APBN bertindak sebagai shock absorber yang dapat meredam dampak ketidakpastian ekonomi global tersebut sehingga tidak terlalu mengganggu stabilitas ekonomi nasional. Fleksible, mengindikasikan bahwa APBN bekerja dengan memperhatikan tantangan dan ancaman yang menghadang, serta mempersiapkan perubahan yang diperlukan untuk menyesuaikan atau memperkecil dampak buruknya bagi perekonomian nasional. Agile, dimana APBN akan memenfaatkan seluruh sumber daya untuk berkinerja secara maksimal dan berusaha menangkap semua dinamika yang ada.
APBN Tahun 2023 memiliki tema “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi Yang Inklusif dan Berkelanjutan”. Penyusunan APBN berdasarkan prediksi ekonomi tahun 2023 atau asumsi makro yang ada di tahun 2023. Berdasar asumsi makro tersebut pemerintah menetapkan APBN sebagai berikut, untuk pendapatan negara diestimasikan sebesar Rp2.463 Triliun.
Penetapan estimasi penerimaan tersebut didorong oleh kondisi perekonomian yang kuat, sistem perpajakan semakin baik, basis penerimaan negara yang solid dan kepatuhan pajak meningkat. Hal ini membuat APBN Tahun 2023 optimis untuk dapat berkinerja dengan baik.
Sedangkan di sisi belanja, APBN 2023 akan dimanfaatkan untuk belanja negara sebesar Rp3.061,2 Triliun, yang terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp2.246,5 Triliun dan Transfer ke Daerah sebesar Rp814,7 Triliun.
APBN 2023 akan difokuskan untuk belanja Penguatan kualitas SDM; Akselerasi reformasi sistem perlindungan sosial; Melanjutkan pembangunan infrastruktur prioritas; Pembangunan infrastruktur untuk menumbuhkan sentra-sentra ekonomi baru termasuk Ibu Kota Nusantara; Revitalisasi Industri dan Pemantapan reformasi birokrasi dan penyederhanaan regulasi.
Pada Tahun 2023, Defisit APBN sebesar Rp598,2 Triliun atau 2,84% terhadap PDB. Defisit APBN Tahun 2023 tersebut digunakan pemerintah untuk melakukan konsolidasi fiskal, mendukung transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, peningkatan kualitas SDM dalam rangka meningkatkan SDM yang unggul dan berdaya saing.
Alokasi Belanja pada APBN 2023 sebagai berikut, Anggaran Pendidikan dialokasikan sebesar Rp612,2 Triliun. Sebagai reformasi perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan ekstrim, anggaran perlindungan sosial dialokasikan sebesar Rp476 Triliun. Untuk mendukung transformasi Kesehatan, anggaran Kesehatan dialokasikan sebesar Rp178,7 Triliun.
Untuk percepatan pembangunan infrastruktur yang mendukung transformasi ekonomi, anggaran infrastruktur dialokasikan sebesar Rp392,1 Triliun. Untuk mendorong peningkatan ketersediaan akses dan kualitas pangan, anggaran ketahanan pangan dialokasikan sebesar Rp104,2 Triliun.
Anggaran untuk ketahanan energi dialokasikan sebesar Rp341,3 Triliun. Sedangkan dana transfer ke daerah (TKDD) dialokasikan sebesar Rp814,7 Triliun untuk peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah. Anggaran ini ditujukan untuk mendukung sektor-sektor prioritas daerah, meningkatkan sinergi kebijakan fiskal dan harmonisasi belanja pusat daerah.
Dengan ekonomi nasional yang semakin menguat dan pulih dari krisis, APBN diharapkan secara optimis dapat berkinerja dengan baik. Namun dalam pelaksanaannya pemerintah tetap perlu menerapkan kebijakan konsolidasi fiskal, hal ini bertujuan untuk memberi ruang untuk pemulihan.
Hal ini tentu saja disesuikan dengan situasi dan kondisi yang melatarbelakangi, seperti yang telah dilakukan dalam menghadapi tekanan perekonomian global tahun 2022 akibat perang Rusia dan Ukraina. Di tahun 2022 tersebut pemerintah mengurangi subsidi BBM, tetapi mengalihkan subsidi BBM tersebut agar dapat dimanfaatkan untuk memberikan bantalan sosial bagi masyarakat rentan.
Selain itu, konsolidasi fiskal bermanfaat untuk memberikan kepastian APBN tetap sehat dan sustainable dimana APBN menjalankan fungsinya sebagai shock absorber mampu meredam berbagai guncangan akibat ketidakpastian perekonomian di tahun mendatang.
Dengan demikian APBN 2023 selain optimis menghadapi kondisi perekonomian global, namun juga waspada untuk menghadapi tantangan dan ancaman yang setiap saat menghadang di sepanjang tahun 2023. (*)