![]() |
(ledakan Lebanon) |
Lebanon,
fajarharapan.id - Puluhan warga dilaporkan meninggal dunia dan ribuan orang
mengalami luka-luka pasca- ledakan besar yang mengguncang Beirut, Lebanon, pada
Selasa (4/8/2020) petang.
Ledakan yang berlokasi di kawasan pelabuhan itu
mengguncangkan seluruh ibu kota, mengguncang bangunan, dan menebarkan kepanikan
di antara warganya. Kepulan asap berwarna oranye membubung ke langit setelah
ledakan kedua terjadi.
Perdana Menteri Hassan Diab
menyatakan, sebanyak 2.750 amonium nitrat yang merupakan pupuk pertanian
disinyalir menjadi penyebab insiden tersebut. Pupuk itu, imbuhnya, disimpan
selama bertahun-tahun dalam gudang di tepi laut. "Memicu bencana alam
dalam setiap arti," kata dia.
Lantas, apa itu
amonium nitrat dan apakah zat tersebut mudah meledak? Dilansir dari situs web
kesehatan dan keselamatan kerja pemerintah negara bagian Australia, disebutkan
bahwa amonium nitrat merupakan bahan yang tidak berbau, yang biasanya berbentuk
butiran (pada pupuk), ada yang kristal, dan berwarna putih.
Dalam situs
tersebut dijelaskan bahwa amonium nitrat diklasifikasikan sebagai kelas 5.1
agen pengoksidasi di bawah kode Australian Dangerous Goods (ADG) dan bahan
kimia berbahaya di bawah Globally Hamonized System (GHS).
Zat ini adalah
oksidator yang kuat dan dapat bereaksi keras dengan bahan yang tidak kompatibel
lainnya, sehingga sangat penting untuk menyimpan dan menangani amonium nitrat
dengan benar.
Kegunaan amonium nitrat Di Queensland, sekitar 99
persen amonium nitrat digunakan sebagai bahan peledak dalam operasi
penambangan. Sisanya digunakan untuk membuat pupuk. Keamanan amonium nitrat
Mengetahui amonium nitrat dapat meledak pada kondisi tertentu, maka zat
tersebut masuk dalam amonium nitrat keamanan sensitif atau security sensitive
ammonium nitrate (SSAN).
SSAN secara khusus dicakup oleh UU Bahan Peledak 1999
dan termasuk zat amonium nitrat, emulsi nitonium nitrat, dan campuran amonium
nitrat yang mengandung amonium nitrat lebih dari 45 persen.
Stabilitas dan bahayanya Amonium nitrat stabil dalam larutan padat, cair, atau
padat. Namun, itu bisa menjadi kurang tahan terhadap peledakan atau inisiasi
karena adanya kontaminasi atau pada paparan suhu tinggi, misalnya terkena api
atau panas radiasi.
Adapun aspek yang dapat menyebabkan amonium nitrat menjadi
kurang stabil dan berisiko lebih besar meledak antara lain paparan terhadap
kontaminan klorida dan logam (kromium, tembaga, kobalt, dan nikel), penurunan
pH, atau peningkatan keasaman.
Kemudian, aspek yang membuat amonium nitrat
dapat meledak yakni: Adanya paparan terhadap guncangan kuat, misalnya dari
gelombang kejut ledakan di dekatnya. Terpapar pada suhu tinggi di bawah
kurungan, misalnya dalam pipa tertutup.
Adanya ledakan kecil yang dapat memicu
ledakan hebat yang disimpan di dekatnya. Amonium nitrat tidak terbakar Masih dari
sumber yang sama, dijelaskan bahwa amonium nitrat tidak terbakar.
Namun, zat
ini akan mendukung dan meningkatkan laju pembakaran di dekat bahan yang mudah
terbakar atau mudah terbakar, bahkan tanpa oksigen.
Ketika amonium nitrat
dipanaskan akan meleleh, terurai, dan melepaskan gas beracun, termasuk nitrogen
oksida (NOx) dan gas amonia (NH3). Saat dipanaskan secara berlebihan (misal
terkena api) dapat menyebabkan ledakan di ruang tertutup dan wadah atau bejana
yang tertutup dapat pecah dengan hebat.
Diketahui titik lebur amonium nitrat
sebesar 170 derajat celsius dan suhu penguraian kurang dari 210 derajat
celsius.
Mengelola bahaya dan risiko Setelah meninjau lembar data keselamatan dan label
wadah, ada sejumlah tindakan yang dapat dilakukan guna mencegah terjadinya
bahaya dan risiko dari amonium nitrat, antara lain: Mengidentifikasi bahaya
dari amonium nitrat dalam konteks bagaimana bahan disimpan dan ditangani.
Melakukan penilaian risiko untuk menentukan sifat, kemungkinan, dan tingkat
keparahan insiden yang dapat mengakibatkan kerusakan pada orang, properti
lingkungan (misal kebakaran, ledakan, atau tumpahan) sebagaimana dikutip pada kompas.com.
Putuskan dan terapkan
tindakan pengendalian yang tepat untuk memastikan bahwa risiko terhadap orang,
properti, dan lingkungan diminimalisasi sejauh mungkin. (*)