![]() |
(ilustrasi) |
Jakarta,
fajarharapan.com - Piala Presiden tak dipungkiri menjadi salah satu
tontonan menarik pada pramusim sebelum kompetisi Liga 1 bergulir. Sudah digelar
empat kali, tapi turnamen ini kini tak jelas lagi juntrungannya.
Piala Presiden pertama kali digelar pada 2015.
Ketika itu, ide membentuk turnamen Piala Presiden hadir untuk mengisi
kekosongan kompetisi.
Maklum, saat
itu FIFA sedang membekukan sepak bola Indonesia akibat intervensi pemerintah.
Piala Presiden menjadi obat pelipur lara akan kerinduan sepak bola nasional.
Sesuai
namanya, Piala Presiden awalnya dibuka oleh petinggi negara di Indonesia. Pada
2015, Presiden Joko Widodo secara simbolik membuka turnamen tersebut dengan
melakukan tendangan bola pertama di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar.
Namun, baru
satu kali digelar, pada 2016 Piala Presiden ditiadakan. Sempat diwacanakan
hadir pada pertengahan 2016, namun Piala Presiden akhirnya batal digelar dan
digantikan turnamen Indonesia Soccer Championship.
Setelah
Indonesia terbebas dari sanksi FIFA pada 2017, PSSI ketika itu tetap
menggagendakan Piala Presiden sebagai turnamen sepak bola Indonesia. Namun,
penyelenggaraannya diubah menjadi turnamen pramusim.
Mulai dari
2017 hingga 2019, Piala Presiden rutin sebagai turnamen pramusim
bergengsi yang melibatkan klub-klub kasta tertinggi sepak bola Indonesia plus
beberapa undangan dari kompetisi kasta kedua.
Namun,
turnamen tahunan tersebut akhirnya ditiadakan pada 2020. Ketua Umum PSSI,
Mochamad Iriawan, memilih tak menggelar Piala Presiden karena kesibukan dan
fokus PSSI untuk menggelar Piala Dunia U-20 2021.
"Kami
fokus ke Piala Dunia. Waktu tersita ke sana. Exco dan PSSI sibuk. Piala Dunia nggak
terasa loh. Belum Inpres. Jadi kami harus mengesampingkan Piala
Presiden demi yang lebih besar," kata Mochamad Iriawan.
Meskipun
hanya sebatas turnamen pramusim, namun Piala
Presiden tetap menjadi pertaruhan bergengsi. Klub-klub
menjadikan turnamen ini sebagai tolok ukur kesiapan tim untuk menghadapi
kompetisi sesungguhnya.
Hal inilah
yang tak jarang membuat pelatih kerap kehilangan jabatannya di Piala Presiden.
Hal itu seakan menjadi momok menakutkan buat pelatih yang gagal memberikan
prestasi buat timnya.
Data yang
dihimpun Bola.com mencatat, sejak 2015 ada lima pelatih yang kehilangan
pekerjaannya usai gelaran Piala Presiden. Mayoritas pemecatan terjadi karena
manajemen klub tak puas dengan penampilan di turnamen pramusim tersebut.
Contohnya
adalah Rahmad Darmawan yang diberhentikan Persija setelah bertugas 3 bulan pada
2015. Ketika itu, Persija asuhan Rahmad Darmawan menghuni dasar klasemen di
Piala Presiden.
Pada 2017,
Widodo Cahyono Putro yang dipecat Sriwijaya FC usai Piala Presiden. Ketika itu,
klub berjulukan Laskar Wong Kito terhempas di babak perempat final karena kalah
0-1 dari Arema.
Sementara
itu, pada Piala Presiden 2018 giliran Gomes de Oliveira yang menjadi korban.
Pelatih asal Brasil itu dipecat Madura United karena hanya mampu mengantarkan
sampai babak 8 besar Piala Presiden.
Nasib serupa
juga dialami Subangkit yang dipecat PSIS Semarang usai Piala Presiden. Padahal,
ketika itu Subangkit berperan penting membantu PSIS promosi ke Liga 1 2018.
Namun, performa buruk PSIS di Piala Presiden menjadi alasan pemecatan pelatih
berusia 60 tahun itu.
''Manajemen
melakukan regenerasi untuk tim pelatih PSIS Semarang. Jadi tim pelatih yang
dikepalai Pak Subangkit dan seluruh asisten ini dalam waktu dekat akan
reposisi. Kami mengucapkan terima kasih untuk semua pelatih atas jasanya
mengantarkan PSIS ke Liga 1. Kami hormati itu dan mengapresiasi,'' kata CEO
PSIS, Yoyok Sukawi ketika itu.
Arema FC
menjadi klub paling sukses di Piala
Presiden. Klub berjulukan Singo Edan itu berhasil meraih dua
gelar dari empat edisi yang diikuti.
Gelar
pertama Arema FC di Piala Presiden terjadi pada 2017. Ketika itu, Arema asuhan
Aji Santoso berhasil meraih gelar Piala Presiden setelah mengalahkan Pusamania
Borneo FC dengan skor 5-1 pada laga final.
"Mulai
penyisihan babak delapan besar hingga final mereka hanya kemasukan sedikit.
Kami mengantisipasi dengan tidak menekankan umpan panjang, tapi kombinasi satu
dua.
Sementara Borneo FC lebih sering melalukan umpan lambung ke depan sehingga
saya tekankan ke Arthur Cunha untuk memenangi duel udara dan dia
berhasil," kata Aji Santoso ketika itu.
Gelar kedua
Arema FC di Piala Presiden terjadi pada edisi 2019. Ketika itu, laga final
sudah menggunakan format dua pertandingan. Final ini bisa disebut sebagai yang
paling menarik di Piala Presiden.
Arema FC
berjumpa dengan Persebaya Surabaya di final bertajuk Derbi Jawa Timur. Arema FC
asuhan Milomir Seslija berhasil mengalahkan Persebaya dengan agregat 4-2.
"Perjuangan
yang luar biasa dari para pemain. Terlebih setelah kalah melawan Persela tim
mulai kembali bangkit dengan menjawab kritik," ungkap Milomir.
Sama seperti
turnamen pada umumnya, Piala Presiden menjadi ajang unjuk kemampuan
para pemain-pemain berkualitas. Sepanjang penyelenggaraan, ada dua nama yang
mampu tampil gemilang karena mencetak banyak gol.
Mereka
adalah Cristian Gonzales dan Marko Simic.
Keduanya layak didapuk sebagai pemain
paling tajam dalam sejarah Piala Presiden dengan masing-masing koleksi 11 gol.
Gonzales
mencetak 11 gol sekaligus menjadi top scorer di Piala Presiden 2017. Ketika
itu, kebahagiaan Gonzales terasa lengkap karena pada laga final mencetak
sekaligus membantu Arema menjadi juara.
"Tidak
mudah membuat tiga gol, apalagi di babak final. Dia luar biasa," ujar
pelatih Arema ketika itu, Aji Santoso.
Pada 2018,
giliran Marko Simic yang menjadi top scorer Piala Presiden, sekaligus jadi
pemain terbaik turnamen tersebut. Pemain asal Kroasia tampil tajam dan juga
mampu mengantarkan Persija menjadi juara.
"Saya
sangat bangga dan sangat senang. Ini momen terbaik di karier saya, rasanya
seperti juara Piala Dunia. Trofi ini buat Persija, The Jakmania dan Jakarta.
Semoga kami bisa melanjutkan kecermelangan ini lagi," ucap Simic sebagaimana dikutip pada liputan6.com.
Pencapaian
kedua pemain itu mengalahkan top skorer Piala Presiden 2015 yakni Zulham Zamrun
dengan lima gol dan Bruno Matos, Ricky Kayame, dan Manuchekhr Dzhalilov
yang menjadi top skorer bersama pada 2019 dengan masing-masing lima gol. (*)