![]() |
Drs. H. Guspardi Gaus, M.Si |
Padang, Fajarharapan
Keputusan
Presiden (Keppres) tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat baru saja
dikeluarkan Presiden Joko Widodo, 31 Maret 2020. Namun Keppres ini dinilai
membingungkan dalam implementasinya oleh provinsi dan kabupaten/kota.
"Membingungkan
bagi gubernur dan bupati/walikota untuk mengeksekusinya di lapangan. Sebab,
dalam Keppres ini, disebutkan pelaksanaannya sesuai dengan UU yang berlaku,
yaitu UU nomor 6/2018 tentang Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Bagaimana
teknis pelaksanannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). PP ini yang hingga
kini belum ada," kata Anggota DPR dari Fraksi PAN, H. Guspardi Gaus kepada
Singgalang, kemarin di Padang.
Menurut
Guspardi, kebijakan yang diambil Presiden itu, memperlihatkan masukan dari para
pembantunya, tidak matang dengan mempertimbangan berbagai aspek dan regulasi
yang ada. Harusnya para pembantu presiden, harus memberikan masukan yang
paripurna kepada Presiden sehingga kebijakan yang dilahirkan itu, menjadi
solusi terbaik.
Bahkan
sehari sebelum Keppres itu dilahirkan, Presiden Jokowi dalam menyikapi
perkembangan wabah corona yang kian meluas, melalui rapat kabinet terbatas, Senin
(30/3), menetapkan pembatasan sosial berskala besar disertai dengan status
darurat sipil. Namun tak lama kebijakan ini menimbulkan banyak kontra.
Kalangan
DPR menilai penetapan status darurat sipil dinilai kurang tepat. Ada beberapa
alasan antara lain, dasar hukumnya adalah Perppu tentang keadaan bahaya dimana
kelahiran Perppu ini sendiri lahir dimasa revolusi sebagai respon terhadap
situasi pada saat itu yang sifatnya sementara dan temporal.
Kemudian,
Perppu itu lahir sebelum diberlakukannya otonomi daerah, karena itu jika Perppu
itu diterapkan belum tentu sesuai dengan situasi dan sistem politik yang ada
saat ini.
"Perppu
itu ditetapkan bilamana keamanan atau tertib hukum terancam. Salah satunya,
bisa diakibatkan oleh bencana alam. Sementara, bencana yang dihadapi saat ini
adalah bencana non-alam. Selain itu, saat ini sudah ada BNPB dan gugus tugas
yang bekerjasama dengan 33 kementerian/lembaga yang ditugaskan untuk
mengatasinya," terang Guspardi.
Mantan
dosen Fakultas Syariah IAIN (sekarang UIN) Imam Bonjol ini meminta dalam
situasi saat ini, pemerintah harus segera mengambil kebijakan matang dan
paripurna untuk mencegah penyebaran virus Corona yang kini kian meluas.
"Kita
minta kepada Presiden memberlakukan karantina wilayah seperti yang diamanatkan
dalam UU Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Karena dengan aturan ini, masyarakat
bisa diatur lebih taat dan tertib. Ini adalah kunci dari keberhasilan physical
distancing (jaga jarak). Padahal pemerintah berkali-kali mengatakan, kunci
memutus rantai penyebaran virus Corona adalah jaga jarak,"sebut tokoh
Muhammadiyah Sumbar ini.
Namun
mengimplementasi kebijakan tersebut, pemerintah harus segera terbitkan PP yang
mengatur mekanisme pelaksanaannya secara lebih teknis dan operasional. Dengan
ketentuan ini, tentu pemprov dan pemkab/kota
dalam melindungi masyarakat dari terpapar virus Corona dapat
menjadikannya sebagai acuan dalam mencegah penyebaran virus Corona.
"Semoga dengan berbagai upaya yang kita lakukan, virus Corona cepat
berlalu di bumi NKRI ini," sebut mantan Ketua Dewan Pertimbangan Kadin
Sumbar ini. (***)