![]() |
Jasra Putra bersama anak-anak Indonesia. (ilustrasi) |
50 Persen Anak Mulai Bosan Belajar dari
Rumah
Jakarta,
fajarharapan.com -- Sekitar 50 persen dari 4.000 anak yang disurvey mengaku
mulai bosan belajar dari rumah. Mereka sudah rindu sekolah dan teman-teman.
Sementara sekitar 30 persen anak-anak masih berada di luar rumah.
Demikian dikatakan Komisioner Bidang Hak
Sipil dan Partisipasi Anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra
Putra di Jakarta, Rabu (15/4), menggunakan media daring.
“Survey yang dilakukan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menunjukkan, sekitar 50
persen dari 4.000 anak mengaku sudah mengalami kebosanan menggunakan media
belajar dari rumah. Di sisi lain, survey yang dilakukan Unicef menunjukkan,
sekitar 30 persen anak masih berada di luar rumah,” ujarnya.
Menurutnya, terus meningkatnya jumlah orang
yang terkonfirmasi terjangkit virus corona atau Covid-19 dan ratusan orang
meninggal dunia menyita perhatian banyak kalangan, sehingga permasalahan anak
sempat terlupakan.
Menurut tokoh muda asal Pasaman Barat itu,
pemerintah perlu memastikan kondisi pengasuhan anak Indonesia terdampak
Covid-19, baik di dalam negeri maupun yang kini berada di luar negeri. Untuk
itu, tegasnya, perlu adanya kerjasama institusi terait di bidang kesehatan dan
sosial.
“Kami menyarankan, panti asuhan harus diikutsertakan
dalam permasalahan hilir wabah Covid-19 ini. Perlu diingat juga, selaku pilihan
terakhir pengasuhan anak, panti asuhan agar didorong menjadi shelter sementara
bagi anak sebagai respon kedaruratan sebelum memastikan pengasuhan pengganti,”
ujarnya.
Dalam konteks penanganan wabah Covid-19 yang
juga berdampak besar terhadap anak-anak, KPAI menurut Jasra, juga mendorong
rumah sakit dan puskesmas untuk menyertakan panti asuhan dalam penanggulangan
masalah-masalah yang menimpa anak.
Sebagaimana yang sudah melanda negara-negara
lain, termasuk Amerika Serikat, Cina, dan negara-negara maju di Eropa,
persoalan ekonomi rakyat jadi memburuk, karena banyak di antara mereka yang
kehilangan penghasilan dan kehilangan pekerjaan. Kondisi seperti itu, tegasnya,
diyakini juga akan berdampak terhadap pengasuhan dan pemenuhan kebutuhan anak.
“Tiga faktor penting menjadi ancaman,
pertama terkait akses makanan mereka, kedua akses tempat tinggal yang layak
buat mereka, ketiga kesehatan jiwa yang bisa memburuk jika tidak diantisipasi,
karena situasi di rumah saja yang bisa berkepanjangan dan ruang gerak terbatas.
Bila ketiga hal tersebut tidak
tertangani dengan baik, maka akan berdampak pada kesehatan dan dapat lebih
buruk lagi,” jelas Jasra.
Jawaban permasalahan tersebut, ujarnya perlu
solidaritas yang tinggi, gotong royong, dan bahu-membahu karena tidak semua
masalah dapat dijawab pemerintah. Bersamaan dengan itu, menurut Jasra,
perusahaan tempat orangtua mereka bekerja juga perlu mengambil peran dalam
usaha menyelamatkan masa depan anak-anak negeri ini.(*)