Padang – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang telah menyalurkan air bersih kepada warga yang terkena dampak kekeringan di daerah Pegambiran, Kecamatan Lubuk Begalung.
Distribusi air bersih ini dilakukan pada Sabtu (27/7/2024) sore, sekitar pukul 15.00 WIB, untuk membantu masyarakat yang mengalami kekeringan akibat musim kemarau yang berlangsung belakangan ini.
“Kami menyalurkan air bersih ini berdasarkan permintaan masyarakat yang terdampak kekeringan akibat cuaca panas yang terjadi akhir-akhir ini,” ujar Kepala Pelaksana BPBD Kota Padang, Hendri Zulviton.
Ia menjelaskan bahwa terdapat sekitar 200 kepala keluarga (KK) di kawasan Pegambiran yang merasakan dampak dari kekeringan ini.
“Jumlah 200 KK di Pegambiran ini mengalami kesulitan air bersih akibat musim kemarau,” tambahnya.
BPBD Kota Padang juga menyatakan bahwa mereka tidak menutup kemungkinan untuk mendistribusikan air bersih ke wilayah lain di Ibukota Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) yang mungkin juga terpengaruh kekeringan.
“Kegiatan ini bisa berlanjut karena kemungkinan daerah lain di Kota Padang juga mengalami kekeringan serupa,” imbuhnya.
Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau melaporkan bahwa kurangnya pertumbuhan awan telah menyebabkan peningkatan suhu di wilayah tersebut dalam beberapa hari terakhir.
“Beberapa hari terakhir terasa panas karena memang tutupan awan yang sedikit,” jelas Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau, Desindra Deddy, pada Jumat (26/7/2024) siang.
Deddy menjelaskan bahwa minimnya pertumbuhan awan yang terpantau dari citra satelit mengakibatkan paparan sinar matahari langsung mengenai permukaan bumi tanpa adanya saringan dari awan.
“Akibat sedikitnya tutupan awan, energi matahari dalam bentuk gelombang pendek bisa langsung diterima oleh permukaan bumi,” tuturnya.
Kurangnya pertumbuhan awan ini dipengaruhi oleh kondisi fenomena global, regional, dan lokal yang tidak mendukung pembentukan awan.
Sebagai contoh, pada bulan Juli 2024, Indonesia sudah memasuki musim kemarau, di mana angin monsun timur atau monsun Australia sangat dominan.
Angin monsun Australia dikenal membawa massa udara dingin dan kering dari benua Australia yang dapat menyebabkan musim kemarau di Indonesia.
Meskipun suhu meningkat, Deddy menekankan bahwa kondisi ini belum termasuk fenomena gelombang panas (heat wave). Selain itu, menurut catatan BMKG, gelombang panas tidak pernah terjadi di Indonesia.
“Gelombang panas itu ditandai dengan perbedaan lima derajat Celsius dari suhu normal,” tambahnya.
Oleh karena itu, pihaknya menegaskan bahwa peningkatan suhu dalam beberapa hari terakhir tidak termasuk fenomena gelombang panas seperti yang terjadi di Afrika, India, dan wilayah lainnya.
Terakhir, BMKG mengimbau masyarakat untuk mengantisipasi peningkatan suhu, terutama saat beraktivitas di luar ruangan. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain menggunakan payung dan sejenisnya.
Selain itu, BMKG juga mengingatkan agar masyarakat tidak membakar sampah atau membuka lahan pertanian dengan cara dibakar, karena tindakan tersebut dapat memicu kebakaran hutan dan lahan saat musim kemarau.(des)